BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Selama beberapa era yang
terjadi di Indonesia, sudah 10 kali pemilihan umum (pemilu) diadakan, guna
memilih calon pemimpin yang akan memimpin bangsa Indonesia. Didalam pemilu
sangat erat kaitannya dengan partai politik, karena dalam pelaksanaan pemilu
diperlukan partai politik sebagai tempat bernaung calon-calon kandidat pemilu.
Didalam karya ini akan dibahas
lebih dalam peran dari partai politik dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu partai politik
?
2.
Apa itu pemilu?
3.
Bagaimana pelaksanaan
pemilu di Indonesia?
4.
Bagaimana pengaruh
partai politik pada pelaksanaan pemilu di Indonesia
C.
Tujuan
1.
Memberi pengetahuan apa
itu partai politik
2.
Memberi pengetahuan
tentang pemilu
3.
Memberi pengetahuan
pelaksanaan pemilu di Indonesia
4.
Memberi pengetahuan
tentang peran partai politik pada pelaksanaan pemilu di Indonesia
D.
Manfaat
1.
Mengetahui apa itu
partai politik
2.
Mengetahui tentang
pemilu
3.
Mengetahui pelaksanaan
pemilu di Indonesia
4.
Mengetahui peran partai
politik pada pelaksanaan pemilu di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Partai Politik
Definisi Partai Politik
Banyak
definisi tentang partai politik, baik secara umum maupun pendapat-pendapat dari
para ahli, sebagai misal partai politik adalah organisasi yang bertujuan untuk
membentuk opini publik dikemukakan oleh Seilere (Firmanzah 2008:66). Lain
dengan pengertian politik secara umum, partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai nilai dan cita-cita yang
sama tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik serta merebut kekuasaan
politik.
Fungsi Partai Politik
Secara
umum partai politik mempunyai 4 fungsi yaitu
1.
Sarana Komunikasi
Politik
Partai menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan
masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam
bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi
terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada
penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat
2.
Sarana Sosialisasi
Politik
Partai memberikan sikap, pandangan,
pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan)
politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga
proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia
memperjuangkan kepentingan umum
3.
Sarana Rekruitmen
Politik
Partai politik berfungsi mencari
dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota
partai.
4.
Sarana Pengatur Politik
Di
tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya
untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan
pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.
Secara
garis besar peran dan fungsi partai politik dapat dibedakan menjadi dua.
Pertama, peran dan tugas internal organisasi. Dalam hal ini organisasi partai
politik memainkan peran penting dalam pembinaan, edukasi, pembekalan,
kaderisasi dan melanggengkan ideologi politik yang menjadi latar belakang
pendirian partai politik. Kedua, partai politik juga mengemban tugas yang lebih
bersifat ekstrenal organisasi. Disini peran dan fungsi organisasi partai
politik terkait dengan masyarakat luas, bangsa dan negara ((Firmanzah 2008:69)
Sistem
dan Klasifikasi Partai Politik
1.
Sistem Partai Tunggal
Dalam
system ini terdapat dua variasi :
pertama,
di Negara tersebut hanya terdapat satu partai yang boleh hidup dan berkembang.
Kedua, partai tunggal mendominasi kehidupan kepartaian, tidak ada suasana
bersaing karena partai lainnya harus menerima kepemimpinan dari partai
tersebut.
Beberapa Negara baru, terutama di Negara Afrika, juga mengambil system partai tunggal. Pilihan mereka didasarkan pertimbangan perlu adanya Integrasi Nasional yang kuat. Pada umumnya Negara – Negara baru mengalami ancaman perpecahan karena masalah golongan, suku, ras dan agama yang sangat berbeda dan saling bersaing. Diharapkan masalah perpecahan dan perbedaan dapat diatasi bila ada partai politik yang kuat serta dominant, karena di kuatirkan dengan tidak adanya partai yang kuat maka mudah terjadi perpecahan yang dapat mengancam kelangsungan hidup berbangsa.
Dilain
pihak, dengan system satu partai yang kuat dapat mematikan aspirasi dari
kelompok-kelompok kecilyang terjelma dalam partai-partai kecil. Dengan kata
lain aspirasi mereka dikuatirkan akan tenggelam karena dominasi partai besar
tersebut.
Giovanni
Sartori, seorang pakar studi partai politik menegaskan bahwa tipe partai
tunggal tidak bias di masukkan dalam kategori system kepartaian, karena suatu
system pada dasarnya membutuhkan lebih dari satu unit untuk dapat bekerja
sebagai system.
A.
Sistem Dwi Partai
Pengertian
dua partai merujuk pada 3 kemungkinan :
1. memang hanya dua partai besar yang mendominasi sementara partai-partai lain terlalu kecil untuk memiliki signifikansi politik.
2.
Adanya dua partai dimana salah satu berperan sebagai partai berkuasa sedangkan
yang lain menjadi oposisi secara bergantian.
3.
Adanya satu partai dominant yang biasanya memerintah sendiri dengan sebuah
partai lain yang selalu menjadi kekuatan oposan.
Negara-negara yang terkenal dengan system dua partai ialah Inggris (dengan partai konservafatif dan partai buruh) dan Amerika Serikat (dengan partai Republik dan Partai Demokrat). Sistem dua partai di Inggris di anggap paling ideal. Sistem dua partai dapat berjalan di Inggris karena didukung oleh beberapa factor di antaranya masyarakat yang homogen, tradisi politik yang sudah berakar sebagai dasar budaya politik Inggris serta pengawasan terhadap aturan permainan politik sebagai consensus masyarakat yang harus di taati oleh segenap lapisan masyarakat.
Sistem dua partai biasanya dilaksanakan dengan pemilihan yang berdasarkan atas system simple majority di mana setiap daerah pemilihan hanya diwakili oleh satu wakil.
Kekuatan Sistem dua partai adalah memudahkan terbentuknya integrasi nasional, karena partai yang kecil lebih cenderung bergabung dengan salah satu partai yang dominan jika partai yang besar itu merasa perlu mendapatkan dukungan tambahan, atau bergabung dengan partai kecil lain (misalnya Partai Liberal dan Partai Sosial Demokrat di Inggris yang membentuk koalisi yang disebut ALLIENCE).
Keuntungan
lain adalah adanya pengawasan (control) yang terus menerus dari partai oposisi.
Kelemahan dari system ini adalah memudahkan timbulnya polarisasi antara partai yang berkuasa dan partai yang beroposisi. Bahaya ini terutama bias muncul di Negara-negara yang kadar consensus nasionalnya masih rendah, seperti di banyak Negara dunia ketiga.
3.
Sistem Multi Partai
Pengertian
system banyak partai menunjuk adanya lebih dari dua partai. Negara-negara
seperti Belanda, Belgia dan Norwegiamenjalankan system multi partai sejak lama.
Dalam pelaksanaanya, perlu dibentuk pemerintahan koalisi dari beberapa partai
karena tidak ada partai yang cukup kuat untuk memebentuk suatu pemerintahan
yang mandiri. Adakalanya usaha membentuk pemerintah koalisi mengalami kegagalan
karena partai-partai yang berupaya membentuk pemerintah koalisi tidak mencapai
persetujuan.
Sistem
banyak partai ini sering ditemukan dalam Negara-negara yang memakai system
pemilihan berdasarkan perwakilan berimbang (proportional representation).
Sistem ini memberi kesempatan kepada partai kecil untuk memenangakan beberapa
kursi.
Partai kecil dapat menarik keuntungan jika dapat membentuk pemerintahan koalisi. Secara proporsional mereka dapat ikut menentukan terbentuknya pemerintah yang akan membuat kebijakan umum.
Kelemahan system banyak partai yang paling utama adalah bahwa banyaknya partai yang merupakan wakil kelompok dan golongan menyulitkan terbentuknya consensus nasional.
Partai Politik di Indonesia
Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang
bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan
membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian ini
tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik
Berikut
adalah partai-partai politik di Indonesia yang pernah mengikuti pemilu:
B.
Pemilu (Pemilihan Umum)
Definisi Pemilu
Kita sering
mendengar orang-orang membicarakan tentang mencoblos, mencontreng dan
sebagainya yang intinya sama yaitu melakukan pemilu (pemilihan umum). Pemilu
adalah arena kompetisi untuk mengisi jabatan-jabatan politik di pemerintahan
yang didasarkan pada pilihan formal dari warganegara yang memnuhi syarat
(Pamungkas 2009:3). Bisa juga pemilu adalah suatu proses di
mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan
politik tertentu.
Fungsi Pemilu
Fungsi pemilu bukan hanya untuk memilih dan mengganti
presiden, akan
tetapi berfungsi juga sebagai :
tetapi berfungsi juga sebagai :
·
Media bagi rakyat untuk menyuarakan
pendapatnya
·
Mengubah kebijakan
·
Mengganti pemerintahan
·
Menuntut pertanggung jawaban
·
Menyalurkan aspirasi lokal
Pemilu di Indonesia
Pemilihan
umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya
ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002,
pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR,
disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan
ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali
pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian
dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih
sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden
yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
C.
Pelaksanaan Pemilu di
Indonesia
Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada
tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante.
Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah
pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo
mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah
dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini
dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
§ Tahap
pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada
tanggal 29
September 1955,
dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
§ Tahap
kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional
Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis
Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu 1971
Pemilu
berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan
diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.
Lima
besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional
Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. cus
Pada
tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan
Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan)
partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaituPartai Persatuan
Pembangunan dan Partai Demokrasi
Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu 1977-1997
Pemilu-Pemilu
berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu
ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan
Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai
politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan
oleh Golongan Karya.
Pemilu 1999
Pemilu
berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada
tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh
48 partai politik.
Lima besar
Pemilu 1999 adalah Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan
Pembangunan, Partai Kebangkitan
Bangsa, dan Amanat Nasional.
Walaupun Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara
terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi
presiden bukanlah calon dari partai itu, yaituMegawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan
Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal
ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih
anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan
oleh anggota MPR.
Pemilu 2004
Pada
Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili
kepentingan daerah.
Pemilu
2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung
presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang
Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam
dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara
lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai
persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan
Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pergantian
kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang belum
pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya cacat pada
pergantian kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara pelantikan
Yudhoyono sebagai presiden.
Pemilu 2009
Pilpres
2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi
pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%,
mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf
Kalla-Wiranto.
Daftar
partai politik (parpol) di Indonesia, disusun berdasarkan keikutsertaannya
dalam pemilihan umum.
Pemilu 1955
Pemilu 1955 diikuti oleh 172
kontestan partai politik. Empat partai terbesar diantaranya adalah: PNI (22,3
%), Masyumi (20,9%), Nahdlatul Ulama (18,4%), dan PKI (15,4%).
Pemilu 1971
Pemilu
1971 diikuti oleh 10 kontestan, yaitu:
1.
Partai Katolik
2.
Partai Syarikat Islam
Indonesia
3.
Partai Nahdlatul Ulama
4.
Partai Muslimin
Indonesa
5.
Golongan Karya
6.
Partai Kristen
Indonesia
7.
Partai Musyawarah
Rakyat Banyak
8.
Partai Nasional
Indonesia
9.
Partai Islam PERTI
10. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
Pemilu 1977-1997
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997 diikuti oleh 3 kontestan yang sama, yaitu:
1.
Partai Persatuan
Pembangunan
2.
Golongan Karya
3.
Partai Demokrasi
Indonesia
Pemilu 1999
Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai
politik, yaitu:
|
|
Pemilu 2004
Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai
politik, yaitu:
|
|
Pemilu 2009
Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai
politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh, yaitu:[1]
Partai politik nasional
|
|
* menandakan partai yang mendapat
kursi di DPR pada Pemilu 2004.
Partai politik lokal Aceh
|
D.
Pengaruh Partai Politik pada Pemilu
di Indonesia
Peran partai politik telah
memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional,
terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah.
Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan
berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem
politik. Oleh karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas,
kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan
meningkatkan kualitas demokrasi.
Sistem politik Indonesia telah
menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya,
tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai
Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan
perundang-undangan mengenai Partai Politik.
Peraturan perundang-undangan ini
diharapkan mampu menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif
dan fungsional.
Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
Pentingnya keberadaan Partai Politik
dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan
perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak
mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa
proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau
bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini
masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti
lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang
terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut.
Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut.
Kehidupan Partai Politik baru dapat
di lacak kembali mulai tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada
waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian
Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut
kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan
Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses
politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan
kultural, untuk meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.
Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.
Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh berhubungan dengan pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam pemerintahan kolonial, tak terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi penengah, perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi sosialisasi politik dan fungsi komunikasi politik.
Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.
Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh berhubungan dengan pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam pemerintahan kolonial, tak terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi penengah, perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi sosialisasi politik dan fungsi komunikasi politik.
Pada masa pendudukan Jepang semua
Partai Politik dibubarkan. Namun, pada masa pendudukan Jepang juga membawa
perubahan penting. Pada masa Jepang-lah didirikan organisai-organisasi massa
yang jauh menyentuh akar-akar di masyarakat. Jepang mempelopori berdirinya
organisasi massa bernama Pusat Tenaga Rakyat (Poetera). Namun nasib organisasi
ini pada akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah
melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi proses politik.
Praktis sampai diproklamirkan
kemerdekaan, masyarakat Indonesia tidak mengenal partaipolitik.
Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala pemerintah menganjurkan perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana yang berkembang pada waktu itu adalah perlunya partai tunggal. Partai tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar kelompok, karena waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat revolusioner. Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya dinamakan Partai Nasional Indonesia gagal, karena dianggap dapat menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa merangsang perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat pembentukan partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-banyaknya guna menyambut Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.
Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai.
Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala pemerintah menganjurkan perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana yang berkembang pada waktu itu adalah perlunya partai tunggal. Partai tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar kelompok, karena waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat revolusioner. Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya dinamakan Partai Nasional Indonesia gagal, karena dianggap dapat menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa merangsang perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat pembentukan partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-banyaknya guna menyambut Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.
Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai.
Pergolakan-pergolakan dalam Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil Pemilihan Umum telah menyudutkan
posisi Partai Politik. Hampir semua tokoh, golongan mempermasalahkan keberadaan
Partai Politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam sidang konstituante inilah
yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik, pada
tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang pada gilirannya harus
mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos dari persaingan.
Memasuki periode Orde Baru, tepatnya
setelah Pemilihan Umum 1971 pemerintah kembali berusaha menyederhanakan Partai
Politik. Seperti pemerintahan sebelumnya, banyaknya Partai Politik dianggap
tidak menjamin adanya stabilitas politik dan dianggap mengganggu program
pembangunan. Usaha pemerintah ini baru terealisasi pada tahun 1973, partai yang
diperbolehkan tumbuh hanya berjumlah tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Nampak sekali bahwa partai-partai yang ada di Indonesia boleh dikatakan merupakan partai yang dibentuk atas prakarsa negara. Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan masing-masing anggota melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini, sulit rasanya mengharapkan partai menjadi wahana artikulasi kepentingan rakyat. Baru setelah reformasi, pertumbuhan Partai Politik didasari atas kepentingan yang sama masing-masing anggotanya. Boleh jadi, Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya.
Nampak sekali bahwa partai-partai yang ada di Indonesia boleh dikatakan merupakan partai yang dibentuk atas prakarsa negara. Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan masing-masing anggota melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini, sulit rasanya mengharapkan partai menjadi wahana artikulasi kepentingan rakyat. Baru setelah reformasi, pertumbuhan Partai Politik didasari atas kepentingan yang sama masing-masing anggotanya. Boleh jadi, Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya.
Kondisi yang demikian ini perlu
dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat
menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa Partai
Politik.
Meski keberadaan Partai Politik saat
ini dianggap kurang baik, bukan berarti dalam sistem ketatanegaraan kita
menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Keadaan Partai Politik
seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi.
Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandar kepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya pada keberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat. Untuk menciptakan Partai Politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan yang penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat, Partai Politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandar kepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya pada keberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat. Untuk menciptakan Partai Politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan yang penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat, Partai Politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
Untuk menciptakan sistem politik
yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan, diperlukan sebuah peraturan
perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi tumbuhnya Partai Politik
yang efektif dan fungsional.
Dengan kata lain, diperlukan
perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik
Indonesia yakni Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik,
Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD dan DPRD.
sumber :Masad Masrur
sumber :Masad Masrur
Dalam hal ini partai politik sangat
berpengaruh sekali terhadap pelaksanaan pemilu, partai memiliki fungsi-fungsi
dimana sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pemilu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Partai Politik dan Pemilu
adalah dua unsure yang saling berhubungan, dalam pelaksanaan pemilu penting
adanya peran serta dari partai politik, partai politik adalah wadah bagi mereka
calon kandidat dalam pemilu, tetapi partai politik juga sarana bagi masyarakat
untuk mengetahui lebih dalam tentang pemilu. Untuk itu perlu adanya kestabilan
antara partai politik dan pelaksanaan pemilu sehingga dapat menciptakan
kestabilan pad akondisi politik di Indonesia.
B. Saran
Hendaknya di era sekarang ini
partai politik lebih menekankan perananya, tidak hanya untuk kepentingan
anggota tetapi jug kepentingan masyarakat secara umum. Selama ini image partai
politik dimata masyarakat cenderung negatif, hanya untuk kepentingan golongan
saja terlebih sedang maraknya konflik antar partai politik yang berujung buruk
pada kondisi politik di Indonesia. Perlulah partai politik itu membenahi diri,
dan kembali ke fungsi semula dan image buruk dapat dihilangkan untuk kestabilan kondisi politik di Indonesia.
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA
Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan
Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Laboratorium
Jurusan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah
Mada.
Website
://www.pesatnews.com/read/2012/09/05/11862/21-parpol-mendaftar-ikut-pemilu
http://www.hendria.com/2010/05/peran-partai-politik.html