Selasa, 11 Desember 2012

DAMPAK TERORISME TERHADAP PEMUDA DI INDONESIA DISUSUN OLEH NAMA: FERERA YULI ASTUTI NIM: D0312041 SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012



BAB I
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
     Selama kurang lebih satu dasawarsa terakhir ini terorisme mengancam kehidupan bangsa dan negara di Indonesia, sekelompok orang yang berdalih melakukan jihad. Hal itulah yang membuat banyak permasalahan terjadi di Indonesia, rakyat sipil merasakan ketakutan akan terror yang terjadi, umumnya terror terjadi di tempat-tempat umum terlebih dimana tempat itu terdapat kaum-kaum tertentu yang dijadikan sasaran bagi teroris. Polisi, Dendus 88 dan petugas keamanan dikerahkan guna mengatasi masalah terorisme ini. Berbagai upaya pun dilakukan hingga membuahkan hasil, yang ternyata pelaku-pelaku terorisme tersebut sebagian besar adalah pemuda. Hal itu membuat kesimpulan bahwa terorisme tersebut mengganggu peran atau fungsi sebernarnya dari pemuda di Indonesia. Apakah alasan mereka bertindak seperti itu?

Pada karya ini akan dikaji lebih dalam tentang dampak terorisme terhadap moral pemuda yang ada di Indonesia dengan permasalahab sebagai berikut:
1.      Mengapa terorisme terjadi?
2.      Apa yang membuat pemuda bisa ikut dalam jaringan terorisme?
3.      Apa dampak terorisme pada pemuda?
4.      Apa usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dampak terorisme dikalangan pemuda?

B. Tujuan
     Manfaat dari pembuataan karya ini adalah guna memberikan pengetahuan tentang dampak terorisme terhadap pemuda di Indonesia.

C. Landasan Teori
     Berbagai pendapat pakar dan badan pelaksana yang menangani masalah terorisme, mengemukakan tentang pengertian terorisme secara beragam. Terror mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk menciptakan atau mengkondisikan sebuah iklim ketakutan di dalam kelompok masyarakat yang lebih luas, dari pada hanya pada jatuhnya korban kekerasan. (Pialang dalam Hendropriyono, 2009:25). Menurut PBB, terorisme adalah perbuatan-perbuatan yang membahayakan manusia yang tidak berdosa, atau menghancurkan kebebasab asasi, atau melanggar kehormatan manusia. Menurut peraturan internasional, terorisme ialah sejumlah perbuatan yang dilarang oleh peraturan-peraturan kenegaraan pada kebanyakan Negara.(Sunusi, 2011:125)
Pemuda secara umun disebut orang yang muda dan mempunyai pikiran kedepan, didalam sebuah bangsa pemuda punya peran yang amat penting terutama peran dalam memajukan bangsa. Hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang siapa yang dapat dikategorikan sebagai pemuda, karena batasan umur masih kurang jelas. Dari berbagai tulisan dapat didimpulkan bahwa mereka yang dikelompokkan sebagai pemuda berumur 16 hingga 35 tahun. Sebenarnya umur berdasarkan waktu kalender tidaklah cocok disini, karena konsep pemuda lebih menggambarkan suasana psikologis seseorang. Bisa saja terjadi bahwa seseorang dianggap tua karena penampilannya walaupun umurnya masih muda. Disini yang pentingkan adalah semangatnya atau jiwanya yang muda.(Kartodirdjo, 1999:278) Mereka akan menjadi penerus bangsa dan berusaha untuk menjaga, mengembangkan bangsa mereka.
Kedua hal tadi menjadi landasan dari karya ini yaitu tentang terorisme dan pemuda. Hal tadi adalah sesuatu yang berbeda tetapi dapat berhubungan satu sama lain dengan berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penyebab Terjadinya Terorisme di Indonesia
Tindakan terorisme merupakan suatu tindakan yang terencana, terorganisir dan berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Tindakan teror bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kehendak yang melakukan, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikis). Akibat dari tindakan teror, kondisi korban teror mengakibatkan orang atau kelompok orang menjadi merasa tidak aman dan dalam kondisi rasa takut (traumatis). Selain berakibat pada orang atau kelompok orang, bahkan dapat berdampak/berakibat luas pada kehidupan ekonomi, politik dan kedaulatan suatu Negara.
Berikut adalah penyebab terjadinya terorisme di Indonesia secara umum:
1.      Kesukuan, nasionalisme/separatism (Etnicity, nationalism/separatism)
Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis/suku atau pada suatu bangsa yang ingin memerdekan diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan. Sasarannya jelas, yaitu etnis atau bangsa lain yang sedang diperangi.
2.        Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi (Poverty and economic disadvantage, globalisation)
Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang mampu memantik terorisme. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam: kemiskinan natural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan natural bisa dibilang “miskin dari asalnya”. Sedang kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dibuat. Ini terjadi ketika penguasa justru mengeluarkan kebijakan yang malah memiskinkan rakyatnya. Jenis kemiskinan kedua punya potensi lebih tinggi bagi munculnya terorisme.
3.            Non demokrasi (non)democracy)
Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya terorisme. Di negara demokratis, semua warga negara memiliki kesempatan untuk menyalurkan semua pandangan politiknya. Iklim demokratis menjadikan rakyat sebagai representasi kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara. Artinya, rakyat merasa dilibatkan dalam pengelolaan negara. Hal serupa tentu tidak terjadi di negara non demokratis. Selain tidak memberikan kesempatan partisipasi masyarakat, penguasa non demokratis sangat mungkin juga melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya. Keterkungkungan ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya benih-benih  terorisme.
4.           Pelanggaran harkat kemanusiaan (Dehumanisation)
Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena warna kulit, agama, atau lainnya.Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer seperti ini lagi-lagi akan mendorong berkembang biaknya teror.
5.         Radikalisme agama (Religion)
Butir ini nampaknya tidak asing lagi. Peristiwa teror yang terjadi di Indonesia banyak terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama menjadi penyebab unik karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda dengan kemiskinan atau perlakuan diskriminatif yang mudah diamati. Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para penganutnya. Akan tetapi Robert A. Pape dalam artikelnya yang berjudul The Strategic Of Suicide Terrorism (American Political Science Review, August 2003) menyatakan bahwa meski ada motivasi dalam bom bunuh diri, tapi dalam banyak kasus bom bunuh diri modern, motivasi keagamaan ternyata nyaris tidak ada.

Gerakan reformasi yang berhasil meberbaskan rakyat Indonesia dari rezim otoritarian Suharto sekitar tahun1998 ternyata membawa serta sejumlah ironi. Dulu ketika Negara ini masih dibawah cengkraman Orde Baru, nyaris tak terdengar aksi terorisme peledakan bom.(Muhammad, 2010:139). Masa reformasi mumgkin menjadi kebangkitan terorisme di Indonesia karena mereka lebih mudah untuk melancarkan aksi karena didukung masa demokrasi dimana setiap orang warga Negara Indonesia berhak menyampaikan aspirasinya.


B.       Penyebab Pemuda Ikut dalam Jaringan Terorisme
           Faktor umum penyebab para pemuda banyak yang menjadi pelaku teror di indonesia karena beberapa permasalahan yaitu :

      1)      Frustasinya kaum muda karena banyaknya Sarjana yang menganggur.
      2)      Korupsi yang terus menerus yang dilakukan pejabat pemerintah.
      3)      Kurangnya perhatian dari orang tua.
      4)      Kurangnya pengajaran agama.
      5)      Ketidakadilan pemerintah dalam memimpin negara ini.
     
Adapun faktor-faktor yang mendorong terbentuknya terorisme pada pemuda
1.      Faktor  Ekonomi
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi merupakan motif utama bagi para terorisme dalam menjalankan misi mereka. Keadaan yang semakin tidak menentu dan kehidupan sehari-hari yang membikin resah pemuda untuk melakukan apa saja. Kemiskinan membuat pemuda gerah untuk berbuat yang tidak selayaknya diperbuat seperti; membunuh, mengancam orang, bunuh diri, dan sebagainya. Kemiskinan sudah menjadi permasalahan di Indonesia itu bisa jadi itu salah satu penyebab terjadinya terorisme.


2.      Faktor Sosial
Situasi ini sangat menentukan kepribadian seseorang dalam melakukan setiap kegiatan yang dilakukan. Sistem sosial yang dibentuk oleh kelompok teroris atau garis keras membuat semua orang yang mempunyai tujuan sama dengannya bisa mudah berkomunikasi dan bergabung dalam garis keras atau terorisme.

3.      Faktor Ideologi
Faktor ini yang menjadikan para pemuda yakin dengan apa yang diperbuatnya. Perbuatan yang mereka lakukan berdasarkan dengan apa yang sudah disepakati dari awal dalam perjanjiannya. Dalam setiap kelompok mempunyai misi dan visi masing-masing yang tidak terlepas dengan ideologinya. Dalam buku Imam Samudra  Aku Melawan Teroris, misalnya terlihat jelas bagaimana terorisme sebetulnya sudah menjadi ideologi.(Pranowo, 2011:xi) Tetapi sebagai warga negara Indonesia bukankah kita sudah punya ideologi tersendiri yaitu Pancasila. Pancasila sebagai ideologi nasional.(Winarno, 2008:23). Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia adalah sebuah ideologi karena memiliki karakteristik sebagai ideologi.(Kresna, 2010:84)

C.    Dampak Terorisme pada Pemuda
      Bisa jadi pemuda adalah sasaran tepat bagi tokoh-tokoh terorisme atau penganut terorisme untuk dijadikan penganting (pelaku bom bunuh diri), pemuda pada dasarnya mempunyai sifat belum terlalu matang tetapi dapat berfikir kedepan juga disertai pencarian jati diri dari mereka sehingga bias dipengaruhi dengan doktrin-doktrin yang mengatsnamakan bahwa meneror dan melakukan pemboman adalah perbuatan ibadah.
Dampak terorisme yang terjadi pada pemuda
a)    Mereka tidak bisa menikmati indahnya masa remaja.
b)   Mereka tidak bisa melakukan apa yang dilakukan remaja seusianya.
Mental pemuda yang mudah di pengaruhi menjadikan para terorisme terus mencari para terorisme-terorisme baruyang siap memberontak serta menyerang siapapun yang berusaha menghalangi apa yang mereka inginkan. Mereka tidak pernah takut akan melakukan sebuah perlawanan yang di sertai dengan kekerasan. Aksi mereka selalu menimbulkan kereahan bagi masyarakat yang rugi akibat dari ulah mereka. Para pemuda tidak pernah sadar akan apa yang telah mereka lakukan.
Tak akan pernah ada kesadaran bagi mereka ketika melakukan kekerasan. Bahkan ketika para pemuda berani melakukan kekerasan maka mereka cenderung berani mendekati apa yang seharusnya tidak mereka dekati. Mereka mulai mendekati narkoba dan minuman keraspun menjadi suatu hal yang biasa. Bahkan menghabisi nyawa seseorang pun dapat membuat bangga diri mereka sebagai seorang pemberontak.
      Dalam hal ini imege pemuda yang tadinya sebagai panutan, mempunyai sifat pantang menyerah menjadi tercoreng karena perbuatan nista membunuh ratusan nyawa tak berdosa dengan dalih berjihad atau klebih tepatnya dengan dalih ibadah.

D. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Terosisme
 Pencegahan terorisme dapat dilakukan oleh berbagai pihak diantaranya keluarga, masyarakat sampai pemerintah.

1.  Keluarga
Orang tua harus mampu memberikan pendidikan agama yang benar kepada anak dan berusaha untuk menciptakan suasana yang kondusif terhadap anak sehingga muncul kepribadian yang positif dari anak. Hal tadilah yang menjadi peran penting dari keluarga sebagai pencegahan masalah terorisme di Indonesia

2.  Masyarakat sekitar
Keluarga hanya bisa memantau anak terbatas di dalam rumah, maka dari perlu juga adanya pengawasan dari masyarakat sekitar. Apapun juga masalah yang terjadi saat ini adalah masalah-masalah sosial, kita perlu keikutsertaan masyarakat atas masalah yang timbul. Contoh di Depok ada yayasan yang tidak jelas akhirnya meledaklah bom di sana dan ini kalau masyarakat jadi mata dan telinga pemerintah maka pencegahan awal bisa dilakukan. Secara umum, ada tiga pendekatan dalam penyelesaian masalah teroris yakni pertama secara filosofi adalah peran pemerintah yang wajib menjaga keamanan negara. Kedua, pendekatan sosial yaitu melalui peran masyarakat.
Ketiga, adalah pendekatan yuridis lebih pada lex specialis pendanaan dalam undang-undang terorisme. Undang-undang ini memberikan payung hukum pada orang yang menerima pendanaan dalam konteks terorisme seseorang atau korporasi, yang menerimanya diputuskan pengadilan. Kita tahu, selain intelijen (BIN), tindakan terorisme juga ditangani oleh lembaga BNPT dan Polri. Tetapi semuanya harus dikoordinasikan dengan BIN, tidak bisa diambil tindakan masing-masing. Masyarakat harus percaya apa yang dilakukan polri dan jajarannya, harus mendapat dukungan dari rakyat.
Guna mencegah dan menangkal maraknya aksi teroris yang dilakukan teroris di beberapa tempat terutama di Pulau Jawa, maka Wakil Presiden menegaskan bahwa pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sedang menyiapkan program deradikalisasi nasional. Program ini sudah dirancang sejak beberapa waktu lalu. Program deradilalisasi bukan hanya tugas penegak hukum saja, tetapi juga kementerian terkait. Program tersebut bukan reaksi atas kejadian yang terakhir di Depok atau Solo. Alangkah baiknya, Kementerian dan Lembaga Pemerintah lain, di luar BNPT, turut berkoordinasi dan mendukung program ini.

3.  Pemerintah
      Pemerintah bertugas untuk mencegah aksi teror pada remaja. Dengan cara membuka banyak lapangan kerja sehingga tidak ada lagi pengangguran. Disaat kondisi bangsa seperti ini peran pemuda atau generasi muda sebagai pilar, penggerak dan pengawal jalannya reformasi dan pembangunan sangat diharapkan. Lalu, apakah kita sebagai pemuda hanya perlu duduk diam dan tak berbuat apa-apa? Tentu saja tidak, kan! Kitalah generasi penerus bangsa, harapan pahlawan-pahlawan kita terdahulu. Ingatlah, kita harus bisa berhati-hati dan berusaha untuk membentengi diri sendiri. Semua ini (perekrutan) berasal dari pergaulan kita. Kita harus berhati-hati dalam bergaul, terutama dengan orang yang baru kita kenal. Kuncinya adalah janganlah terlalu mempercayai orang asing (orang yang belum kita kenal dengan baik). Pengetahuan, pendidikan agama, dan pendidikan moral mempunyai peran yang sangat penting dalam mengatasi masalah ini, karena “kepintaran tak akan berarti tanpa moral, sikap baik dan agama.” Bisa juga dengan pemerintah merangkul para ulama dan organisasi masyarakat keagamaan untuk menjadi pasukan terdepan untuk menetralisir pemahanan ideologi teroris yang berhasil ditangkap. Ibarat mengikuti irama yang sedang dimainkan para teroris. BNPT melalui ulama ataupun orang yang sangat faham tentang hakekat ajaran agama melakukan counter di tempat-tempat para teroris biasa menyebarkan faham radikal, menggunakan bahasa-bahasa keagamaan di masjid, kampus, pesantren, jejaring sosial ataupun jaringan online, seperti bloggain. Misalnya, blogger Ar-Rahma yang dikelola langsung oleh anak Ustad Abu Bakar Baasyir.
      Berbicara tentang penanganan teror di Indonesia, dari pengamatan umum selama ini masih terjadi kelemahan penanganan. Hal tersebut dapat dilihat dari organisasi yang disusun. Ada beberapa instansi yang seharusnya sangat dekat dengan tugas pokok instansinya, dalam mencegah perkembangan teror di Indonesia, antara lain BIN, Deppen,Depag, TNI, Polri, Dephan dan Depsos. Namun dalam pelaksanaan pencegahan perkembangan dan ancaman teror, sejauh ini hanya muncul Polri. Bagaimana instansi lain melakukan tugasnya, apakah instansi-instansi yang lain tidak melakukan tugas ? apakah polisi merasa satu-satunya instansi yang berwenang menangani teror ? Dari pertanyaan ini menunjukkan bahwa koordinasi antar instansi belum terbangun secara efektif dan koordinator belum bekerja secara optimal atau bahkan hanya melakukan monitoring, sementara pembagian tugas kepada setiap instansi belum dilaksanakan dengan baik dan bilapun sudah tugas yang diberikan mungkin belum dimengerti secara tuntas sehingga tidak terlihat aksi dari setiap instansi yang seharusnya ikut bertanggung jawab terhadap teror.
      Mestinya setiap instansi secara riel melakukan tugas yang terarah dengan melibatkan semua unsur yang terkait dengan instansinya. Melakukan koordinasi antar instansi sehingga tugas dari setiap instansi dapat diidentifikasi secara jelas dan tidak terjadi tumpang tindih yang menyebabkan terlau banyak waktu dan tenaga yang terbuang namun hasil tidak dapat dicapai secara optimal. Desk anti teror harus menyusun prosedur hubungan antar instansi dalam pencegahan teror, sehingga setiap instansi dapat melakukan koordinasi dan kerjasama secara efektif dan sasaran dapat dicapai lebih baik.







BAB III
PENUTUP
            A. Kesimpulan
       Selama satu daswarsa ini terorisme menjadi pemasalahan di Indonesia, berbagai faktor pun mengalami dampak dari terorisme. Aksi membunuh puluhan bahkan ratusan orang dengan dalih berjihad menjadi landasan ideologi mereka. Pemuda pun ikut menjadi korban dari salahnya ideologi ini, pemuda dengan semangat berjuang yang tinggi, di tambah pencarian jati diri daeri pemuda menjadikan mereka terjerat di jalan terorisme. Berbagai faktor yang mengakibatkan pemuda terjerat aksi terorisme diantaranya ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Sudah selayaknya kita sebagai pihak yang dirugikan akan adanya teroridme, berusaha mencegak maraknya terorisme dikalangan pemuda. Banyak hal yang bisa dilakukan dan banyak pihak-pihak yang bisa ikut serta diantaranya keluarga, masyarakat dan lingkungan serta pemerintah.
      
       B. Rekomendasi
Hendaknya terorisme yang terjadi di Indonesia bisa dihentikan, usaha keras memanglah diperlukan untuk melaksanakannya. Selain itu prosedur-prosedur lain perlu juga untuk ditaati dalam menjalankan, bangsa kita terikat dengan adanya ideologi pancasila juga demokrasi dan dinegara kita juga dijunjung tinggi hak asasi manusia, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa negara kita adalah negara hukum. Pihak-pihak yang menagani hal-hal tadi diharapkan mampu menjalankan usaha dalam memberantas terorisme yang terjadi di Indonesia.








BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Hendropriyono, Abdullah Machmud. 2009. Terorisme: Fundamentalis, Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Dinamika Nasionalisme Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina Darma.
Kresna, Aryaning Arya. 2010. Etika dan Tertib Hidup Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Humanika.
Muhammad, Ardison. 2010. Terorisme: Ideologi Penebar Ketakutan. Surabaya: Liris.
Pranowo, Bambang. 2011. Orang Jawa Jadi Teroris. Jakarta: Pustaka Alvabet
Sunusi, Dzulqarnain M. 2011. Antara Jihad dan Terorisme. Makassar: As-Sunnah
Winarno. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara

Website