Selasa, 11 Desember 2012

DAMPAK TERORISME TERHADAP PEMUDA DI INDONESIA DISUSUN OLEH NAMA: FERERA YULI ASTUTI NIM: D0312041 SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012



BAB I
PENDAHULUAN
A. Rumusan Masalah
     Selama kurang lebih satu dasawarsa terakhir ini terorisme mengancam kehidupan bangsa dan negara di Indonesia, sekelompok orang yang berdalih melakukan jihad. Hal itulah yang membuat banyak permasalahan terjadi di Indonesia, rakyat sipil merasakan ketakutan akan terror yang terjadi, umumnya terror terjadi di tempat-tempat umum terlebih dimana tempat itu terdapat kaum-kaum tertentu yang dijadikan sasaran bagi teroris. Polisi, Dendus 88 dan petugas keamanan dikerahkan guna mengatasi masalah terorisme ini. Berbagai upaya pun dilakukan hingga membuahkan hasil, yang ternyata pelaku-pelaku terorisme tersebut sebagian besar adalah pemuda. Hal itu membuat kesimpulan bahwa terorisme tersebut mengganggu peran atau fungsi sebernarnya dari pemuda di Indonesia. Apakah alasan mereka bertindak seperti itu?

Pada karya ini akan dikaji lebih dalam tentang dampak terorisme terhadap moral pemuda yang ada di Indonesia dengan permasalahab sebagai berikut:
1.      Mengapa terorisme terjadi?
2.      Apa yang membuat pemuda bisa ikut dalam jaringan terorisme?
3.      Apa dampak terorisme pada pemuda?
4.      Apa usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dampak terorisme dikalangan pemuda?

B. Tujuan
     Manfaat dari pembuataan karya ini adalah guna memberikan pengetahuan tentang dampak terorisme terhadap pemuda di Indonesia.

C. Landasan Teori
     Berbagai pendapat pakar dan badan pelaksana yang menangani masalah terorisme, mengemukakan tentang pengertian terorisme secara beragam. Terror mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk menciptakan atau mengkondisikan sebuah iklim ketakutan di dalam kelompok masyarakat yang lebih luas, dari pada hanya pada jatuhnya korban kekerasan. (Pialang dalam Hendropriyono, 2009:25). Menurut PBB, terorisme adalah perbuatan-perbuatan yang membahayakan manusia yang tidak berdosa, atau menghancurkan kebebasab asasi, atau melanggar kehormatan manusia. Menurut peraturan internasional, terorisme ialah sejumlah perbuatan yang dilarang oleh peraturan-peraturan kenegaraan pada kebanyakan Negara.(Sunusi, 2011:125)
Pemuda secara umun disebut orang yang muda dan mempunyai pikiran kedepan, didalam sebuah bangsa pemuda punya peran yang amat penting terutama peran dalam memajukan bangsa. Hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang siapa yang dapat dikategorikan sebagai pemuda, karena batasan umur masih kurang jelas. Dari berbagai tulisan dapat didimpulkan bahwa mereka yang dikelompokkan sebagai pemuda berumur 16 hingga 35 tahun. Sebenarnya umur berdasarkan waktu kalender tidaklah cocok disini, karena konsep pemuda lebih menggambarkan suasana psikologis seseorang. Bisa saja terjadi bahwa seseorang dianggap tua karena penampilannya walaupun umurnya masih muda. Disini yang pentingkan adalah semangatnya atau jiwanya yang muda.(Kartodirdjo, 1999:278) Mereka akan menjadi penerus bangsa dan berusaha untuk menjaga, mengembangkan bangsa mereka.
Kedua hal tadi menjadi landasan dari karya ini yaitu tentang terorisme dan pemuda. Hal tadi adalah sesuatu yang berbeda tetapi dapat berhubungan satu sama lain dengan berbagai permasalahan yang terjadi di Indonesia.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penyebab Terjadinya Terorisme di Indonesia
Tindakan terorisme merupakan suatu tindakan yang terencana, terorganisir dan berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Tindakan teror bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kehendak yang melakukan, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikis). Akibat dari tindakan teror, kondisi korban teror mengakibatkan orang atau kelompok orang menjadi merasa tidak aman dan dalam kondisi rasa takut (traumatis). Selain berakibat pada orang atau kelompok orang, bahkan dapat berdampak/berakibat luas pada kehidupan ekonomi, politik dan kedaulatan suatu Negara.
Berikut adalah penyebab terjadinya terorisme di Indonesia secara umum:
1.      Kesukuan, nasionalisme/separatism (Etnicity, nationalism/separatism)
Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis/suku atau pada suatu bangsa yang ingin memerdekan diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan. Sasarannya jelas, yaitu etnis atau bangsa lain yang sedang diperangi.
2.        Kemiskinan dan kesenjangan dan globalisasi (Poverty and economic disadvantage, globalisation)
Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang mampu memantik terorisme. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 macam: kemiskinan natural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan natural bisa dibilang “miskin dari asalnya”. Sedang kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dibuat. Ini terjadi ketika penguasa justru mengeluarkan kebijakan yang malah memiskinkan rakyatnya. Jenis kemiskinan kedua punya potensi lebih tinggi bagi munculnya terorisme.
3.            Non demokrasi (non)democracy)
Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya terorisme. Di negara demokratis, semua warga negara memiliki kesempatan untuk menyalurkan semua pandangan politiknya. Iklim demokratis menjadikan rakyat sebagai representasi kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara. Artinya, rakyat merasa dilibatkan dalam pengelolaan negara. Hal serupa tentu tidak terjadi di negara non demokratis. Selain tidak memberikan kesempatan partisipasi masyarakat, penguasa non demokratis sangat mungkin juga melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya. Keterkungkungan ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya benih-benih  terorisme.
4.           Pelanggaran harkat kemanusiaan (Dehumanisation)
Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena warna kulit, agama, atau lainnya.Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer seperti ini lagi-lagi akan mendorong berkembang biaknya teror.
5.         Radikalisme agama (Religion)
Butir ini nampaknya tidak asing lagi. Peristiwa teror yang terjadi di Indonesia banyak terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama menjadi penyebab unik karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda dengan kemiskinan atau perlakuan diskriminatif yang mudah diamati. Radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para penganutnya. Akan tetapi Robert A. Pape dalam artikelnya yang berjudul The Strategic Of Suicide Terrorism (American Political Science Review, August 2003) menyatakan bahwa meski ada motivasi dalam bom bunuh diri, tapi dalam banyak kasus bom bunuh diri modern, motivasi keagamaan ternyata nyaris tidak ada.

Gerakan reformasi yang berhasil meberbaskan rakyat Indonesia dari rezim otoritarian Suharto sekitar tahun1998 ternyata membawa serta sejumlah ironi. Dulu ketika Negara ini masih dibawah cengkraman Orde Baru, nyaris tak terdengar aksi terorisme peledakan bom.(Muhammad, 2010:139). Masa reformasi mumgkin menjadi kebangkitan terorisme di Indonesia karena mereka lebih mudah untuk melancarkan aksi karena didukung masa demokrasi dimana setiap orang warga Negara Indonesia berhak menyampaikan aspirasinya.


B.       Penyebab Pemuda Ikut dalam Jaringan Terorisme
           Faktor umum penyebab para pemuda banyak yang menjadi pelaku teror di indonesia karena beberapa permasalahan yaitu :

      1)      Frustasinya kaum muda karena banyaknya Sarjana yang menganggur.
      2)      Korupsi yang terus menerus yang dilakukan pejabat pemerintah.
      3)      Kurangnya perhatian dari orang tua.
      4)      Kurangnya pengajaran agama.
      5)      Ketidakadilan pemerintah dalam memimpin negara ini.
     
Adapun faktor-faktor yang mendorong terbentuknya terorisme pada pemuda
1.      Faktor  Ekonomi
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi merupakan motif utama bagi para terorisme dalam menjalankan misi mereka. Keadaan yang semakin tidak menentu dan kehidupan sehari-hari yang membikin resah pemuda untuk melakukan apa saja. Kemiskinan membuat pemuda gerah untuk berbuat yang tidak selayaknya diperbuat seperti; membunuh, mengancam orang, bunuh diri, dan sebagainya. Kemiskinan sudah menjadi permasalahan di Indonesia itu bisa jadi itu salah satu penyebab terjadinya terorisme.


2.      Faktor Sosial
Situasi ini sangat menentukan kepribadian seseorang dalam melakukan setiap kegiatan yang dilakukan. Sistem sosial yang dibentuk oleh kelompok teroris atau garis keras membuat semua orang yang mempunyai tujuan sama dengannya bisa mudah berkomunikasi dan bergabung dalam garis keras atau terorisme.

3.      Faktor Ideologi
Faktor ini yang menjadikan para pemuda yakin dengan apa yang diperbuatnya. Perbuatan yang mereka lakukan berdasarkan dengan apa yang sudah disepakati dari awal dalam perjanjiannya. Dalam setiap kelompok mempunyai misi dan visi masing-masing yang tidak terlepas dengan ideologinya. Dalam buku Imam Samudra  Aku Melawan Teroris, misalnya terlihat jelas bagaimana terorisme sebetulnya sudah menjadi ideologi.(Pranowo, 2011:xi) Tetapi sebagai warga negara Indonesia bukankah kita sudah punya ideologi tersendiri yaitu Pancasila. Pancasila sebagai ideologi nasional.(Winarno, 2008:23). Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia adalah sebuah ideologi karena memiliki karakteristik sebagai ideologi.(Kresna, 2010:84)

C.    Dampak Terorisme pada Pemuda
      Bisa jadi pemuda adalah sasaran tepat bagi tokoh-tokoh terorisme atau penganut terorisme untuk dijadikan penganting (pelaku bom bunuh diri), pemuda pada dasarnya mempunyai sifat belum terlalu matang tetapi dapat berfikir kedepan juga disertai pencarian jati diri dari mereka sehingga bias dipengaruhi dengan doktrin-doktrin yang mengatsnamakan bahwa meneror dan melakukan pemboman adalah perbuatan ibadah.
Dampak terorisme yang terjadi pada pemuda
a)    Mereka tidak bisa menikmati indahnya masa remaja.
b)   Mereka tidak bisa melakukan apa yang dilakukan remaja seusianya.
Mental pemuda yang mudah di pengaruhi menjadikan para terorisme terus mencari para terorisme-terorisme baruyang siap memberontak serta menyerang siapapun yang berusaha menghalangi apa yang mereka inginkan. Mereka tidak pernah takut akan melakukan sebuah perlawanan yang di sertai dengan kekerasan. Aksi mereka selalu menimbulkan kereahan bagi masyarakat yang rugi akibat dari ulah mereka. Para pemuda tidak pernah sadar akan apa yang telah mereka lakukan.
Tak akan pernah ada kesadaran bagi mereka ketika melakukan kekerasan. Bahkan ketika para pemuda berani melakukan kekerasan maka mereka cenderung berani mendekati apa yang seharusnya tidak mereka dekati. Mereka mulai mendekati narkoba dan minuman keraspun menjadi suatu hal yang biasa. Bahkan menghabisi nyawa seseorang pun dapat membuat bangga diri mereka sebagai seorang pemberontak.
      Dalam hal ini imege pemuda yang tadinya sebagai panutan, mempunyai sifat pantang menyerah menjadi tercoreng karena perbuatan nista membunuh ratusan nyawa tak berdosa dengan dalih berjihad atau klebih tepatnya dengan dalih ibadah.

D. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Terosisme
 Pencegahan terorisme dapat dilakukan oleh berbagai pihak diantaranya keluarga, masyarakat sampai pemerintah.

1.  Keluarga
Orang tua harus mampu memberikan pendidikan agama yang benar kepada anak dan berusaha untuk menciptakan suasana yang kondusif terhadap anak sehingga muncul kepribadian yang positif dari anak. Hal tadilah yang menjadi peran penting dari keluarga sebagai pencegahan masalah terorisme di Indonesia

2.  Masyarakat sekitar
Keluarga hanya bisa memantau anak terbatas di dalam rumah, maka dari perlu juga adanya pengawasan dari masyarakat sekitar. Apapun juga masalah yang terjadi saat ini adalah masalah-masalah sosial, kita perlu keikutsertaan masyarakat atas masalah yang timbul. Contoh di Depok ada yayasan yang tidak jelas akhirnya meledaklah bom di sana dan ini kalau masyarakat jadi mata dan telinga pemerintah maka pencegahan awal bisa dilakukan. Secara umum, ada tiga pendekatan dalam penyelesaian masalah teroris yakni pertama secara filosofi adalah peran pemerintah yang wajib menjaga keamanan negara. Kedua, pendekatan sosial yaitu melalui peran masyarakat.
Ketiga, adalah pendekatan yuridis lebih pada lex specialis pendanaan dalam undang-undang terorisme. Undang-undang ini memberikan payung hukum pada orang yang menerima pendanaan dalam konteks terorisme seseorang atau korporasi, yang menerimanya diputuskan pengadilan. Kita tahu, selain intelijen (BIN), tindakan terorisme juga ditangani oleh lembaga BNPT dan Polri. Tetapi semuanya harus dikoordinasikan dengan BIN, tidak bisa diambil tindakan masing-masing. Masyarakat harus percaya apa yang dilakukan polri dan jajarannya, harus mendapat dukungan dari rakyat.
Guna mencegah dan menangkal maraknya aksi teroris yang dilakukan teroris di beberapa tempat terutama di Pulau Jawa, maka Wakil Presiden menegaskan bahwa pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sedang menyiapkan program deradikalisasi nasional. Program ini sudah dirancang sejak beberapa waktu lalu. Program deradilalisasi bukan hanya tugas penegak hukum saja, tetapi juga kementerian terkait. Program tersebut bukan reaksi atas kejadian yang terakhir di Depok atau Solo. Alangkah baiknya, Kementerian dan Lembaga Pemerintah lain, di luar BNPT, turut berkoordinasi dan mendukung program ini.

3.  Pemerintah
      Pemerintah bertugas untuk mencegah aksi teror pada remaja. Dengan cara membuka banyak lapangan kerja sehingga tidak ada lagi pengangguran. Disaat kondisi bangsa seperti ini peran pemuda atau generasi muda sebagai pilar, penggerak dan pengawal jalannya reformasi dan pembangunan sangat diharapkan. Lalu, apakah kita sebagai pemuda hanya perlu duduk diam dan tak berbuat apa-apa? Tentu saja tidak, kan! Kitalah generasi penerus bangsa, harapan pahlawan-pahlawan kita terdahulu. Ingatlah, kita harus bisa berhati-hati dan berusaha untuk membentengi diri sendiri. Semua ini (perekrutan) berasal dari pergaulan kita. Kita harus berhati-hati dalam bergaul, terutama dengan orang yang baru kita kenal. Kuncinya adalah janganlah terlalu mempercayai orang asing (orang yang belum kita kenal dengan baik). Pengetahuan, pendidikan agama, dan pendidikan moral mempunyai peran yang sangat penting dalam mengatasi masalah ini, karena “kepintaran tak akan berarti tanpa moral, sikap baik dan agama.” Bisa juga dengan pemerintah merangkul para ulama dan organisasi masyarakat keagamaan untuk menjadi pasukan terdepan untuk menetralisir pemahanan ideologi teroris yang berhasil ditangkap. Ibarat mengikuti irama yang sedang dimainkan para teroris. BNPT melalui ulama ataupun orang yang sangat faham tentang hakekat ajaran agama melakukan counter di tempat-tempat para teroris biasa menyebarkan faham radikal, menggunakan bahasa-bahasa keagamaan di masjid, kampus, pesantren, jejaring sosial ataupun jaringan online, seperti bloggain. Misalnya, blogger Ar-Rahma yang dikelola langsung oleh anak Ustad Abu Bakar Baasyir.
      Berbicara tentang penanganan teror di Indonesia, dari pengamatan umum selama ini masih terjadi kelemahan penanganan. Hal tersebut dapat dilihat dari organisasi yang disusun. Ada beberapa instansi yang seharusnya sangat dekat dengan tugas pokok instansinya, dalam mencegah perkembangan teror di Indonesia, antara lain BIN, Deppen,Depag, TNI, Polri, Dephan dan Depsos. Namun dalam pelaksanaan pencegahan perkembangan dan ancaman teror, sejauh ini hanya muncul Polri. Bagaimana instansi lain melakukan tugasnya, apakah instansi-instansi yang lain tidak melakukan tugas ? apakah polisi merasa satu-satunya instansi yang berwenang menangani teror ? Dari pertanyaan ini menunjukkan bahwa koordinasi antar instansi belum terbangun secara efektif dan koordinator belum bekerja secara optimal atau bahkan hanya melakukan monitoring, sementara pembagian tugas kepada setiap instansi belum dilaksanakan dengan baik dan bilapun sudah tugas yang diberikan mungkin belum dimengerti secara tuntas sehingga tidak terlihat aksi dari setiap instansi yang seharusnya ikut bertanggung jawab terhadap teror.
      Mestinya setiap instansi secara riel melakukan tugas yang terarah dengan melibatkan semua unsur yang terkait dengan instansinya. Melakukan koordinasi antar instansi sehingga tugas dari setiap instansi dapat diidentifikasi secara jelas dan tidak terjadi tumpang tindih yang menyebabkan terlau banyak waktu dan tenaga yang terbuang namun hasil tidak dapat dicapai secara optimal. Desk anti teror harus menyusun prosedur hubungan antar instansi dalam pencegahan teror, sehingga setiap instansi dapat melakukan koordinasi dan kerjasama secara efektif dan sasaran dapat dicapai lebih baik.







BAB III
PENUTUP
            A. Kesimpulan
       Selama satu daswarsa ini terorisme menjadi pemasalahan di Indonesia, berbagai faktor pun mengalami dampak dari terorisme. Aksi membunuh puluhan bahkan ratusan orang dengan dalih berjihad menjadi landasan ideologi mereka. Pemuda pun ikut menjadi korban dari salahnya ideologi ini, pemuda dengan semangat berjuang yang tinggi, di tambah pencarian jati diri daeri pemuda menjadikan mereka terjerat di jalan terorisme. Berbagai faktor yang mengakibatkan pemuda terjerat aksi terorisme diantaranya ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Sudah selayaknya kita sebagai pihak yang dirugikan akan adanya teroridme, berusaha mencegak maraknya terorisme dikalangan pemuda. Banyak hal yang bisa dilakukan dan banyak pihak-pihak yang bisa ikut serta diantaranya keluarga, masyarakat dan lingkungan serta pemerintah.
      
       B. Rekomendasi
Hendaknya terorisme yang terjadi di Indonesia bisa dihentikan, usaha keras memanglah diperlukan untuk melaksanakannya. Selain itu prosedur-prosedur lain perlu juga untuk ditaati dalam menjalankan, bangsa kita terikat dengan adanya ideologi pancasila juga demokrasi dan dinegara kita juga dijunjung tinggi hak asasi manusia, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa negara kita adalah negara hukum. Pihak-pihak yang menagani hal-hal tadi diharapkan mampu menjalankan usaha dalam memberantas terorisme yang terjadi di Indonesia.








BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Hendropriyono, Abdullah Machmud. 2009. Terorisme: Fundamentalis, Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Dinamika Nasionalisme Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina Darma.
Kresna, Aryaning Arya. 2010. Etika dan Tertib Hidup Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Humanika.
Muhammad, Ardison. 2010. Terorisme: Ideologi Penebar Ketakutan. Surabaya: Liris.
Pranowo, Bambang. 2011. Orang Jawa Jadi Teroris. Jakarta: Pustaka Alvabet
Sunusi, Dzulqarnain M. 2011. Antara Jihad dan Terorisme. Makassar: As-Sunnah
Winarno. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara

Website






Kamis, 29 November 2012

PERAN PARTAI POLITIK DALAM PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESIA DISUSUN OLEH NAMA: FERERA YULI ASTUTI NIM: D0312041


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Selama beberapa era yang terjadi di Indonesia, sudah 10 kali pemilihan umum (pemilu) diadakan, guna memilih calon pemimpin yang akan memimpin bangsa Indonesia. Didalam pemilu sangat erat kaitannya dengan partai politik, karena dalam pelaksanaan pemilu diperlukan partai politik sebagai tempat bernaung calon-calon kandidat pemilu.
Didalam karya ini akan dibahas lebih dalam peran dari partai politik dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia.

B.    Rumusan Masalah
1.      Apa itu partai politik ?
2.      Apa itu pemilu?
3.      Bagaimana pelaksanaan pemilu di Indonesia?
4.      Bagaimana pengaruh partai politik pada pelaksanaan pemilu di Indonesia

C.    Tujuan
1.      Memberi pengetahuan apa itu partai politik
2.      Memberi pengetahuan tentang pemilu
3.      Memberi pengetahuan pelaksanaan pemilu di Indonesia
4.      Memberi pengetahuan tentang peran partai politik pada pelaksanaan pemilu di Indonesia

D.    Manfaat
1.      Mengetahui apa itu partai politik
2.      Mengetahui tentang pemilu
3.      Mengetahui pelaksanaan pemilu di Indonesia
4.      Mengetahui peran partai politik pada pelaksanaan pemilu di Indonesia


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Partai Politik
Definisi Partai Politik
Banyak definisi tentang partai politik, baik secara umum maupun pendapat-pendapat dari para ahli, sebagai misal partai politik adalah organisasi yang bertujuan untuk membentuk opini publik dikemukakan oleh Seilere (Firmanzah 2008:66). Lain dengan pengertian politik secara umum, partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai nilai dan cita-cita yang sama tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik serta merebut kekuasaan politik.

Fungsi Partai Politik
Secara umum partai politik mempunyai 4 fungsi yaitu
1.      Sarana Komunikasi Politik
Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat
2.      Sarana Sosialisasi Politik
Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum
3.      Sarana Rekruitmen Politik
Partai politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
4.      Sarana Pengatur Politik
Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.
Secara garis besar peran dan fungsi partai politik dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, peran dan tugas internal organisasi. Dalam hal ini organisasi partai politik memainkan peran penting dalam pembinaan, edukasi, pembekalan, kaderisasi dan melanggengkan ideologi politik yang menjadi latar belakang pendirian partai politik. Kedua, partai politik juga mengemban tugas yang lebih bersifat ekstrenal organisasi. Disini peran dan fungsi organisasi partai politik terkait dengan masyarakat luas, bangsa dan negara ((Firmanzah 2008:69)
Sistem dan Klasifikasi Partai Politik
1. Sistem Partai Tunggal
Dalam system ini terdapat dua variasi :
pertama, di Negara tersebut hanya terdapat satu partai yang boleh hidup dan berkembang. Kedua, partai tunggal mendominasi kehidupan kepartaian, tidak ada suasana bersaing karena partai lainnya harus menerima kepemimpinan dari partai tersebut.

Beberapa Negara baru, terutama di Negara Afrika, juga mengambil system partai tunggal. Pilihan mereka didasarkan pertimbangan perlu adanya Integrasi Nasional yang kuat. Pada umumnya Negara – Negara baru mengalami ancaman perpecahan karena masalah golongan, suku, ras dan agama yang sangat berbeda dan saling bersaing. Diharapkan masalah perpecahan dan perbedaan dapat diatasi bila ada partai politik yang kuat serta dominant, karena di kuatirkan dengan tidak adanya partai yang kuat maka mudah terjadi perpecahan yang dapat mengancam kelangsungan hidup berbangsa.
Dilain pihak, dengan system satu partai yang kuat dapat mematikan aspirasi dari kelompok-kelompok kecilyang terjelma dalam partai-partai kecil. Dengan kata lain aspirasi mereka dikuatirkan akan tenggelam karena dominasi partai besar tersebut.

Giovanni Sartori, seorang pakar studi partai politik menegaskan bahwa tipe partai tunggal tidak bias di masukkan dalam kategori system kepartaian, karena suatu system pada dasarnya membutuhkan lebih dari satu unit untuk dapat bekerja sebagai system.
A.                 Sistem Dwi Partai
Pengertian dua partai merujuk pada 3 kemungkinan :

 1. memang hanya dua partai besar yang mendominasi sementara partai-partai lain terlalu kecil untuk memiliki signifikansi politik.
2. Adanya dua partai dimana salah satu berperan sebagai partai berkuasa sedangkan yang lain menjadi oposisi secara bergantian.
3. Adanya satu partai dominant yang biasanya memerintah sendiri dengan sebuah partai lain yang selalu menjadi kekuatan oposan.

Negara-negara yang terkenal dengan system dua partai ialah Inggris (dengan partai konservafatif dan partai buruh) dan Amerika Serikat (dengan partai Republik dan Partai Demokrat). Sistem dua partai di Inggris di anggap paling ideal. Sistem dua partai dapat berjalan di Inggris karena didukung oleh beberapa factor di antaranya masyarakat yang homogen, tradisi politik yang sudah berakar sebagai dasar budaya politik Inggris serta pengawasan terhadap aturan permainan politik sebagai consensus masyarakat yang harus di taati oleh segenap lapisan masyarakat.

Sistem dua partai biasanya dilaksanakan dengan pemilihan yang berdasarkan atas system simple majority di mana setiap daerah pemilihan hanya diwakili oleh satu wakil.
 
Kekuatan Sistem dua partai adalah memudahkan terbentuknya integrasi nasional, karena partai yang kecil lebih cenderung bergabung dengan salah satu partai yang dominan jika partai yang besar itu merasa perlu mendapatkan dukungan tambahan, atau bergabung dengan partai kecil lain (misalnya Partai Liberal dan Partai Sosial Demokrat di Inggris yang membentuk koalisi yang disebut ALLIENCE).
Keuntungan lain adalah adanya pengawasan (control) yang terus menerus dari partai oposisi.

Kelemahan dari system ini adalah memudahkan timbulnya polarisasi antara partai yang berkuasa dan partai yang beroposisi. Bahaya ini terutama bias muncul di Negara-negara yang kadar consensus nasionalnya masih rendah, seperti di banyak Negara dunia ketiga.
3. Sistem Multi Partai
Pengertian system banyak partai menunjuk adanya lebih dari dua partai. Negara-negara seperti Belanda, Belgia dan Norwegiamenjalankan system multi partai sejak lama. Dalam pelaksanaanya, perlu dibentuk pemerintahan koalisi dari beberapa partai karena tidak ada partai yang cukup kuat untuk memebentuk suatu pemerintahan yang mandiri. Adakalanya usaha membentuk pemerintah koalisi mengalami kegagalan karena partai-partai yang berupaya membentuk pemerintah koalisi tidak mencapai persetujuan.
Sistem banyak partai ini sering ditemukan dalam Negara-negara yang memakai system pemilihan berdasarkan perwakilan berimbang (proportional representation). Sistem ini memberi kesempatan kepada partai kecil untuk memenangakan beberapa kursi.

Partai kecil dapat menarik keuntungan jika dapat membentuk pemerintahan koalisi. Secara proporsional mereka dapat ikut menentukan terbentuknya pemerintah yang akan membuat kebijakan umum.

Kelemahan system banyak partai yang paling utama adalah bahwa banyaknya partai yang merupakan wakil kelompok dan golongan menyulitkan terbentuknya consensus nasional.
 
Partai Politik di Indonesia

Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian ini tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
Berikut adalah partai-partai politik di Indonesia yang pernah mengikuti pemilu:



A description...

A description...

A description...
B.    Pemilu (Pemilihan Umum)
Definisi Pemilu
Kita sering mendengar orang-orang membicarakan tentang mencoblos, mencontreng dan sebagainya yang intinya sama yaitu melakukan pemilu (pemilihan umum). Pemilu adalah arena kompetisi untuk mengisi jabatan-jabatan politik di pemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari warganegara yang memnuhi syarat (Pamungkas 2009:3). Bisa juga pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.



Fungsi Pemilu
Fungsi pemilu bukan hanya untuk memilih dan mengganti presiden, akan
tetapi berfungsi juga sebagai :
·         Media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya
·         Mengubah kebijakan
·         Mengganti pemerintahan
·         Menuntut pertanggung jawaban
·         Menyalurkan aspirasi lokal
Pemilu di Indonesia
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPRDPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.

C.     Pelaksanaan Pemilu di Indonesia

Pemilu 1955

Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
§  Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
§  Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

            Pemilu 1971

            Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.
            Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. cus
            Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaituPartai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.

            Pemilu 1977-1997

            Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

            Pemilu 1999

            Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
            Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaituMegawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

            Pemilu 2004

            Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.
            Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.
            Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia yang belum pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya cacat pada pergantian kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara pelantikan Yudhoyono sebagai presiden.

            Pemilu 2009

            Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

            Daftar partai politik (parpol) di Indonesia, disusun berdasarkan keikutsertaannya dalam pemilihan umum.

Pemilu 1955

Pemilu 1955 diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai terbesar diantaranya adalah: PNI (22,3 %), Masyumi (20,9%), Nahdlatul Ulama (18,4%), dan PKI (15,4%).

Pemilu 1971

            Pemilu 1971 diikuti oleh 10 kontestan, yaitu:
1.      Partai Katolik
2.      Partai Syarikat Islam Indonesia
3.      Partai Nahdlatul Ulama
4.      Partai Muslimin Indonesa
5.      Golongan Karya
6.      Partai Kristen Indonesia
7.      Partai Musyawarah Rakyat Banyak
8.      Partai Nasional Indonesia
9.      Partai Islam PERTI
10.  Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

Pemilu 1977-1997

Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diikuti oleh 3 kontestan yang sama, yaitu:
1.      Partai Persatuan Pembangunan
2.      Golongan Karya
3.      Partai Demokrasi Indonesia

Pemilu 1999

Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik, yaitu:
1.
Partai Indonesia Baru
2.
Partai Kristen Nasional Indonesia
3.
Partai Nasional Indonesia – Supeni
4.
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5.
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
6.
Partai Ummat Islam
7.
Partai Kebangkitan Ummat
8.
Partai Masyumi Baru
9.
Partai Persatuan Pembangunan
10.
Partai Syarikat Islam Indonesia
11.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
12.
Partai Abul Yatama
13.
Partai Kebangsaan Merdeka
14.
Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15.
Partai Amanat Nasional
16.
Partai Rakyat Demokratik
17.
Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18.
Partai Katolik Demokrat
19.
Partai Pilihan Rakyat
20.
Partai Rakyat Indonesia
21.
Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
22.
Partai Bulan Bintang
23.
Partai Solidaritas Pekerja
24.
Partai Keadilan
25.
Partai Nahdlatul Ummat
26.
Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis
27.
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28.
Partai Republik
29.
Partai Islam Demokrat
30.
Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen
31.
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32.
Partai Demokrasi Indonesia
33.
Partai Golongan Karya
34.
Partai Persatuan
35.
Partai Kebangkitan Bangsa
36.
Partai Uni Demokrasi Indonesia
37.
Partai Buruh Nasional
38.
Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
39.
Partai Daulat Rakyat
40.
Partai Cinta Damai
41.
Partai Keadilan dan Persatuan
42.
Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43.
Partai Nasional Bangsa Indonesia
44.
Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45.
Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46.
Partai Nasional Demokrat
47.
Partai Ummat Muslimin Indonesia
48.
Partai Pekerja Indonesia



Pemilu 2004

Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai politik, yaitu:
1.
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
2.
Partai Buruh Sosial Demokrat
3.
Partai Bulan Bintang
4.
Partai Merdeka
5.
Partai Persatuan Pembangunan
6.
Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
7.
Partai Perhimpunan Indonesia Baru
8.
Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
9.
Partai Demokrat
10.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
11.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia
12.
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
13.
Partai Amanat Nasional
14.
Partai Karya Peduli Bangsa
15.
Partai Kebangkitan Bangsa
16.
Partai Keadilan Sejahtera
17.
Partai Bintang Reformasi
18.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
19.
Partai Damai Sejahtera
20.
Partai Golongan Karya
21.
Partai Patriot Pancasila
22.
Partai Sarikat Indonesia
23.
Partai Persatuan Daerah
24.
Partai Pelopor



Pemilu 2009

Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh, yaitu:[1]

Partai politik nasional

1.
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
2.
Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)*
3.
Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
4.
Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
5.
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
6.
Partai Barisan Nasional (Barnas)
7.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)*
8.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)*
9.
Partai Amanat Nasional (PAN)*
10.
Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)
11.
Partai Kedaulatan
12.
Partai Persatuan Daerah (PPD)
13.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)*
14.
Partai Pemuda Indonesia (PPI)
15.
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)*
16.
Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
17.
Partai Karya Perjuangan (PKP)
18.
Partai Matahari Bangsa (PMB)
19.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)*
20.
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)*
21.
Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
22.
Partai Pelopor*
23.
Partai Golongan Karya (Golkar)*
24.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)*
25.
Partai Damai Sejahtera (PDS)*
26.
Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia)
27.
Partai Bulan Bintang (PBB)*
28.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)*
29.
Partai Bintang Reformasi (PBR)*
30.
Partai Patriot
31.
Partai Demokrat*
32.
Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
33.
Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
34.
Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
41.
Partai Merdeka
42.
Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI)
43.
Partai Sarikat Indonesia (PSI)
44.
Partai Buruh



* menandakan partai yang mendapat kursi di DPR pada Pemilu 2004.

Partai politik lokal Aceh

35.
Partai Aceh Aman Seujahtra (PAAS)
36.
Partai Daulat Aceh (PDA)
37.
Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA)



Dikatakan pula pemilu adalah pesta rakyat, karena  disini rakyat ikut andil dalam suatu perubahan negara. Sebelum pemilu banyak dilakukan kampanye oleh partai-partai politik untuk menarik masa agar mendukung dan memilih partai tersebut



kampanye-parpol.jpg
Dik
Gambar Kampanye partai politik
Sumber:http://muslimpoliticians.blogspot.com/2012/06/manajemen-dalam-kampanye-politik.html
pemilufddrt-201209050925251.jpg

Kertas Suara dalam Pemilu
sumber:http://www.pesatnews.com/read/2012/09/05/11862/21-parpol-mendaftar-ikut-pemilu

Di Indonesia tertapat lembaga yang menangani masalah pemilu yaitu:
KPU (Komisi Pemilihan Umum)
KPU adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia.
Mempunyai tugas yaitu;
§   Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
§  Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
§  Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
§  Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
§  Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
§  Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
§  Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
logo-kpu.jpg

Badan Pengawas Pemilihan Umum

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bawaslu ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Pasal 70 tentang Pemilihan Umum. Jumlah anggota Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang. Keanggotaan Bawaslu terdiri atas kalangan professional yang mempunyai kemampuan dalam melakukan pengawasan dan tidak menjadi anggotapartai politik.
Dalam melaksanakan tugasnya anggota Bawaslu didukung oleh Sekretariat Bawaslu. Sekretariat Bawaslu dipimpin oleh Kepala Sekretariat. Sekretariat Bawaslu dibentuk berdasarkanPeraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 tahun 2008. Sekretariat Bawaslu mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada Bawaslu. Sekretariat Bawaslu terdiri atas sebanyak-banyaknya 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian terdiri atas sebanyak-banyaknya 3 (tiga) sub bagian.

D.    Pengaruh Partai Politik pada Pemilu di Indonesia
Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem politik. Oleh karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi.
Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai Partai Politik.
Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional.
Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.

Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.

Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut.

Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.

Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.

Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh berhubungan dengan pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam pemerintahan kolonial, tak terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi penengah, perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi sosialisasi politik dan fungsi komunikasi politik.



Pada masa pendudukan Jepang semua Partai Politik dibubarkan. Namun, pada masa pendudukan Jepang juga membawa perubahan penting. Pada masa Jepang-lah didirikan organisai-organisasi massa yang jauh menyentuh akar-akar di masyarakat. Jepang mempelopori berdirinya organisasi massa bernama Pusat Tenaga Rakyat (Poetera). Namun nasib organisasi ini pada akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi proses politik.
Praktis sampai diproklamirkan kemerdekaan, masyarakat Indonesia tidak mengenal partaipolitik.

Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala pemerintah menganjurkan perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana yang berkembang pada waktu itu adalah perlunya partai tunggal. Partai tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar kelompok, karena waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat revolusioner. Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya dinamakan Partai Nasional Indonesia gagal, karena dianggap dapat menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa merangsang perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat pembentukan partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-banyaknya guna menyambut Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.

Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai.

Pergolakan-pergolakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil Pemilihan Umum telah menyudutkan posisi Partai Politik. Hampir semua tokoh, golongan mempermasalahkan keberadaan Partai Politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam sidang konstituante inilah yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik, pada tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang pada gilirannya harus mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos dari persaingan.

Memasuki periode Orde Baru, tepatnya setelah Pemilihan Umum 1971 pemerintah kembali berusaha menyederhanakan Partai Politik. Seperti pemerintahan sebelumnya, banyaknya Partai Politik dianggap tidak menjamin adanya stabilitas politik dan dianggap mengganggu program pembangunan. Usaha pemerintah ini baru terealisasi pada tahun 1973, partai yang diperbolehkan tumbuh hanya berjumlah tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Nampak sekali bahwa partai-partai yang ada di Indonesia boleh dikatakan merupakan partai yang dibentuk atas prakarsa negara. Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan masing-masing anggota melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini, sulit rasanya mengharapkan partai menjadi wahana artikulasi kepentingan rakyat. Baru setelah reformasi, pertumbuhan Partai Politik didasari atas kepentingan yang sama masing-masing anggotanya. Boleh jadi, Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya.

Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa Partai Politik.

Meski keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang baik, bukan berarti dalam sistem ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi.

Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandar kepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya pada keberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat. Untuk menciptakan Partai Politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan yang penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat, Partai Politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.

Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan, diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi tumbuhnya Partai Politik yang efektif dan fungsional.

Dengan kata lain, diperlukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
sumber :Masad Masrur

Dalam hal ini partai politik sangat berpengaruh sekali terhadap pelaksanaan pemilu, partai memiliki fungsi-fungsi dimana sangat berpengaruh dalam pelaksanaan pemilu.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Partai Politik dan Pemilu adalah dua unsure yang saling berhubungan, dalam pelaksanaan pemilu penting adanya peran serta dari partai politik, partai politik adalah wadah bagi mereka calon kandidat dalam pemilu, tetapi partai politik juga sarana bagi masyarakat untuk mengetahui lebih dalam tentang pemilu. Untuk itu perlu adanya kestabilan antara partai politik dan pelaksanaan pemilu sehingga dapat menciptakan kestabilan pad akondisi politik di Indonesia.

B.     Saran
Hendaknya di era sekarang ini partai politik lebih menekankan perananya, tidak hanya untuk kepentingan anggota tetapi jug kepentingan masyarakat secara umum. Selama ini image partai politik dimata masyarakat cenderung negatif, hanya untuk kepentingan golongan saja terlebih sedang maraknya konflik antar partai politik yang berujung buruk pada kondisi politik di Indonesia. Perlulah partai politik itu membenahi diri, dan kembali ke fungsi semula dan image buruk dapat dihilangkan untuk kestabilan kondisi politik di Indonesia.








BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Laboratorium Jurusan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada.

Website
://www.pesatnews.com/read/2012/09/05/11862/21-parpol-mendaftar-ikut-pemilu
http://www.hendria.com/2010/05/peran-partai-politik.html